Mamah kenapa?

seragam

Haekal melangkahkan kakinya dengan penuh semangat menuju Aula sekolah, walau terasa sedikit sakit akibat beberapa tendangan yang Pak Darto berikan kepadanya, namun sakit di kakinya terasa hilang karena tak sabar melihat sang Ibu yang datang untuk menemuinya.

Seragam sekolahnya sudah rapih dan bersih sekarang, tak lupa ia juga memakai parfume yang Jere beri kepadanya, Haekal nampak sangat rapih sekarang, walau beberapa luka terlihat jelas dari wajah dan bagian tubuh lainnya.

Haekal melihat mobil merah milik Ibunya terparkir di Area sekolah, ia berhenti untuk bercermin dikaca mobil itu, kembali ia merapihkan rambutnya agar tidak terlihat berantakan, membenarkan posisi dasi dan gespernya agar terlihat sempurna ketika bertemu sang Ibu.

“Rapih sekali, Mamah pasti senang lihat anaknya pakai seragam SMA yang rapih dan bersih” Gumam Haekal sembari tersenyum bahagia menatap dirinya sendiri dari kaca Mobil sang Ibu yang terparkir.

Baru saja Haekal melanjutkan langkah kakinya, terlihat sang Ibu sedang berjalan tergesa-gesa sembari menundukan pandangannya, bahkan Ibunya tak menyadari bahwa Haekal sekarang berada di depannya.

“Mah?” Haekal menahan lengan Ibunya ketika sang Ibu tetap berjalan tanpa menyadari Haekal yang berada didekatnya.

“Jangan pegang saya!” Bentak Hanna dan mendorong kasar agar Haekal menjauh. Hanna kaget ketika ada yang menahan tangannya, ia tak menyadari yang melakukan itu adalah Haekal, putranya sendiri.

“Mah? Ini Haekal...” Ucap Haekal bingung.

“Mamah kenapa? Kok menangis?” Haekal khawatir ketika menyadari mata Ibunya terlihat basah dan tangan Ibunya gemetar, seperti orang yang sedang ketakutan.

“Mah?” Haekal kembali mendekat, ia sangat khawatir dengan Ibunya sekarang.

“Jangan mendekat!” Bentak Hanna dengan suara yang sedikit bergetar. Haekal semakin bingung dengan apa yang terjadi sekarang, Ibunya terlihat sangat ketakutan sekarang, entah apa yang membuat Ibunya seperti ini.

“Ambil tas kamu, tunggu di depan. Nanti supir saya jemput kamu.”

“Haekal masih ada jam sekolah, Mah.”

“Pulang, sekarang! Kamu bisa dengar saya, kan?!” Mendengar itu Haekal hanya bisa mengangguk pelan mengiyakan, walau sebenarnya Haekal masih bingung dengan apa yang terjadi.

Hanna bergegas masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan Haekal sendirian.

“Hati-hati, Mah...” Gumam Haekal pelan dan langsung menuju kelasnya untuk mengambil tas dan pulang sesuai dengan perintah dari Ibunya barusan.

Kali ini usaha Haekal kembali gagal, jangankan mengajak sang Ibu untuk makan siang di kantin sekolah, seragam sekolah yang ia pinjam saja tak dilirik sedikitpun oleh sang Ibu. Sama seperti usaha-usaha sebelumnya, gagal dan tak terlihat dirinya bagi sang Ibu.

-Ara