Pertemuan tak sengaja

diktoy

Setelah sempat mengobrol sebentar dengan orangtua Nadhira, segera Dikta melangkahkan kakinya menuju lantai dua rumah Nadhira, lebih tepatnya menuju kamar Nadhira. Dikta sangat yakin Nadhira sedang menyiapkan drama menyebalkannya untuk menghindari sesi belajar soal SBM hari ini bersamanya.

Sesampainya Dikta didepan pintu kamar itu, Dikta mencoba untuk mengetuk pintu kamar Nadhira untuk beberapa kali, namun nihil tidak ada jawaban dari Nadhira.

“Nadh gua tau lo denger, Buka.” Ucap Dikta dengan nada datarnya.

Karena tak kunjung mendaptkan jawaban, Dikta mencoba membuka knop pintu kamar tersebut, dan ternyata langsung terbuka, pintu tersebut tidak terkunci.

'kebiasaan banget lupa kunci pintu kamar.' Batin Dikta.

Setelah pintu itu terbuka, Dikta melihat Nadhira yang sedang tertidur di ranjangnya.

“Lo tuh gak jago akting, jadi gausah pura-pura tidur.” Ucap Dikta ketika melihat mata Nadhira yang sedikit mengintipnya lalu berusaha berakting tertidur kembali.

“Nadh bangun gak! ayo gue ajarin soal SOSHUM.” Kembali Dikta berusaha membujuk Nadhira, namun sayang usahanya tidak membuahkan hasil, Nadhira keukeuh dengan akting pura-pura tertidurnya.

“Gue gelitik, serius kalau hitungan ketiga lo masih gak mau bangun.” Ancaman Pertama Dikta.

“Satu...” Dikta melangkahkan kakinya berjalan mendekati Nadhira.

“Dua...” Sekarang Dikta sudah berada tepat disamping ranjang Nadhira.

“Tiga!!!!” Dikta langsung menggelitiki sekitaran kaki Nadhira, namun sayang usaha itu tetap saja gagal, Nadhira hanya memberi reaksi sebentar dan kembali untuk berpura-pura tidur.

“Nadh gak lucu tau.”

“Bangun gak! Gue kasih napas naga nih ke muka lo. Lo ingat kan napas naga? yang bikin lo nangis pas umur 6 tahun dulu.” Ancaman kedua Dikta.

“Nadh gue serius, gue kasih napas naga ke muka lo kalo gak bangun.”

Nadhira yang mendengar itu semakin gelisah, ia langsung teringat pada saat umur 6 tahun Dikta membuang napas dari mulutnya tepat pada muka Nadhira dan berakhir dengan Nadhira yang menangis kencang pada saat itu.

'Ah bodo, ayo nadh lo gak boleh goyah, gak ada belajar di hari minggu!' Batin Nadhira berteriak kencang.

“Nadh, beneran ya gue kasih napas naga.” Sekarang Dikta sudah mulai mendekati Wajah Nadhira, bisa Nadhira dengar dengan jelas suara Dikta yag semakin mendekat.

“Satu...” Dikta mendekatkan wajahnya kepada Nadhira, bersiap mengerjai Nadhira dengan membuang nafas dari mulutnya ke wajah Nadhira.

“Dua...” Dikta kembali mendekatkan wajahnya untuk lebih dekat, sekarang jarak yang tersisa antara keduanya hanya sekitaran sejengkal saja. Ketika ingin mengucapkan 'Tiga', tiba-tiba Dikta terhenti ketika menatap wajah Nadhira dengan jarak sedekat ini.

Setelah bertahun-tahun lamanya baru sekarang ia menyadari bahwa Nadhira sudah tumbuh besar dan dewasa. Selama ini Dikta hanya menganggap bahwa Nadhira hanyalah bocah kecil yang seringkali merengek kepadanya untuk dibelikan permen karet, yang seringkali merajuk ketika Dikta tidak mau memboncengnya menggunakan sepeda untuk bermain bersama.

Dengan jarak sedekat ini pula Dikta baru menyadari bahwa Nadhira sangat cantik, rambutnya yang sedikit berantakan, mata tertutupnya yang dihiasi bulu mata lentiknya, hidung mancungnya, dan... Bibir mungil Nadhira yang berwarna Pink. Seakan-akan Dikta baru menyadari bahwa Nadhira sudah tumbuh sangat besar, bukan lagi bocah ingusan yang gampang sekali menangis dan merajuk.

“Tiga...” Ucap Dikta pelan, sebenarnya Dikta berniat untuk menjauhkan wajahnya dan mengurungkan niatnya untuk mengerjai Nadhira, namun berbeda dengan Nadhira. Mendengar hitungan ketiga itu membuat Nadhira panik dan dengan secara refleks ia berusaha untuk bangkit dari tidurnya, namun...

“Iya iya gua nyerah eumpp—–”

Gerakan refleks Nadhira tersebut berhasil menghentikan ucapannya, gerakan itu langsung mengikis habis jarak yang tadinya hanya sejengkal menjadi tidak ada jarak sama sekali, dan gerakan tersebut pula yang berhasil mempertemukan bibirnya dengan bibir Dikta secara tak sengaja.

Keduanya terkejut dan terdiam, tak ada salah-satupun dari mereka yang berusaha untuk langsung melepaskan, mereka berdua hanya bertahan diposisi tersebut. Hingga pada akhirnya setelah beberapa detik berlalu Nadhira tersadar dan langsung melepaskan 'pertemuan' tak sengaja itu dan menjauhkan wajahnya dari Dikta.

Dikta pun langsung menjauhkan dirinya dari Nadhira, ia langsung mundur beberapa langkah menjauh dari ranjang Nadhira. Keduanya sangat bingung dengan apa yang terjadi barusan.

“Anu... Nadh... Gue lupa ada mata kuliah pagi. Jadi eum... apa ya, gue eum... gue ke kampus... harus... iya harus ke kampus, aduh... jadi batal dulu belajar SBMnya ya, nanti lagi aja okay?” Ucap Dikta dengan gelagapan. Nadhira pun sama, ia tak berani menatap Dikta ia hanya menggerakkan tangannya memberi isyarat Dikta untuk pergi.

“Oh... Oke gue pulang. Eh maksudnya mau ke kampus. Gapapa ya?” Ucap Dikta masih dengan kebingungan.

“Iya pulang, gue juga mau mandiin kucing gue.” Jawab Nadhira.

“Oke, bye Nadh!” Dikta meninggalkan kamar Nadhira setelah suasana canggung tersebut terjadi

Tanpa disadari keduanya telah membuat alasan yang tak masuk akal. Dikta yang beralasan ingin ke kampus karena ada mata kuliah pagi, padahal jelas hari ini adalah hari minggu. Nadhira yang beralasan akan memandikan kucingnya, padahal kucingnya sudah mati 3 tahun yang lalu.

diktoy2

-Ara